Sejauh ini, One Up on Wall Street-nya Peter Lynch menjadi satu-satunya buku yang saya beli versi Kindle dan cetaknya. Suka banget! Versi online untuk pengantar tidur atau dibawa-bawa karena lebih praktis, sedangkan versi cetak untuk ‘dicorat-coret’.
Untuk pemula (seperti saya) dan kalian yang mau mulai serius investasi saham dengan analisa fundamental, buku ini bisa dibilang bacaan wajib sih. Tebalnya sekitar 300 halaman dan ‘daging’ semua.
Ok, kembali ke ‘6 kategori saham’, sebelumnya sudah dibahas 3 dari 6 kategori. Kali ini, mari kita lanjutkan tiga sisanya.
Baca juga: Pembelian Spekulatif Saham IDPR
4. Saham cyclicals
Besar-kecilnya penjualan dan keuntungan perusahaan jenis ini adalah tergantung siklus. Lynch bilang chart saham cyclicals seperti poligraf para pembohong.
Jika flashback daftar perusahaan di BEI, pada 2020, ketika pandemi, perusahaan-perusahaan sektor kesehatan adalah ‘rajanya’.
Gelar ini diambil alih oleh saham-saham bank digital pada 2021 (melihat harganya sekarang entah kenapa bank digital kok seperti saham siklikal). Setahun berikutnya, pada 2022, giliran saham-saham komoditas yang pesta pora.
Bicara saham cyclicals, di antaranya juga ada saham maskapai penerbangan yang cenderung kinerjanya kinclong saat musim liburan tiba.
Menurut Lynch, saham cyclicals termasuk yang paling sulit dimengerti dari saham jenis lainnya. Di saham jenis inilah, para investor yang gegabah, akan dengan mudah kehilangan uang mereka.
“Timing is everything in cyclicals” kata Lynch. Kita harus se-jeli mungkin melihat tanda-tanda awal kebangkitan satu siklus.
Baca juga: Saham bagger pertama: SPMA cuan 109%
5. Saham turnarounds
Jika bicara saham potensi turnarounds, sulit untuk tidak bicara potensi Blue Bird (BIRD). Emiten ini ‘dihajar’ habis-habisan oleh aplikasi taksi online dan kemudian oleh pandemi.
Namun, sepertinya sejauh ini manajamen BIRD cukup jeli dalam mengambil langkah-langkah yang diperlukan. Laba bersih mereka mulai positif lagi empat kuartal beruntun, yakni sejak kuartal ke-4 2021 sampai kuartal ke-3 2022 (per update tulisan ini dibuat).
Kembali ke buku One Up on Wall Street, secara sederhana, turnarounds artinya berbalik dari rugi jadi untung. Saham turnarounds, kata Lynch, bukan saham cyclicals yang rebound pas siklusnya datang, turnarounds juga bukan slow growers, turnarounds adalah saham yang benar-benar tidak ada pertumbuhan sebelumnya.
Lynch membahas beberapa alasan sebuah perusahaan akhirnya bisa ‘bangkit’, salah satunya ketika perusahaan itu di-bail-out. Lynch mencontohkan bagaimana Chrysler Corporation, yang diambang kebangkrutan, menerima government loan guarantee dari pemerintah Amerika Serikat (tahun 1979).
Alasan lain bisa saja karena perusahaan sudah memperbaiki kesalahan ‘kecil’ yang mereka buat. Sebagai investor, yang harus dilakukan adalah terus update news mengenai perusahaan ini untuk tahu kapan kesempatan itu datang.
Alasan berikutnya perusahaan bisa saja ‘bangkit’ saat mereka melakukan diversifikasi. Diversifikasi memang bisa berakhir jadi diworseification, atau bisa juga jadi kandidat turnaround di masa depan. Harus dicermati betul.
Salah satu saham yang berhasil dalam melakukan diversifikasi, menurut Lynch, adalah Goodyear. Goodyear meninggalkan lini bisnis minyak, menjual anak usaha yang tidak menguntungkan, dan kini mendedikasikan dirinya sebagai perusahaan pembuat ban. The rest is history.
6. Saham asset plays
Secara kasar, meraih keuntungan di jenis saham asset plays adalah seperti kita membeli mobil seharga Rp300 juta. Ternyata, di dalam mobil itu ada koper berisi uang Rp400 juta.
Peter Lynch mengatakan ‘aset’ bisa sesimpel uang kas yang melimpah atau kadang-kadang dalam bentuk real estate. Kesempatan menemukan aset ada di jenis saham apapun, termasuk di perusahaan TV berlangganan yang asetnya adalah pelanggan itu sendiri.
Lynch menyinggung saham Pebble Beach sebagai contoh tepat untuk saham asset plays. Pada akhir 1976, harga sahamnya US$14,5 dengan jumlah lembar sahamnya 1,7 juta. Artinya, market cap Pebble Beach adalah US$25 juta.
Sementara itu, ‘salah satu’ aset Pebble Beach sendiri bernilai US$30 juta. Ini sih investor tidak cuma membeli saham Pebble Beach ‘gratis’, tapi mereka juga mendapat cashback.
Baca juga: 6 Kategori Saham Menurut Peter Lynch (Bagian 1)
Penutup
Suatu perusahaan tidak akan terus-terusan ada di satu kategori saja. Fast growers, juga seperti manusia, bisa burn out. Mereka tidak akan selamanya bisa mempertahankan pertumbuhan double digit. Ketika waktu itu tiba, fast growers akan berubah jadi stalwarts.
Sebuah slow growers atau stalwarts bisa saja mengalami kegagalan dan rugi. Nantinya, mereka bisa ‘reinkarnasi’ menjadi saham turnaround, san sejenisnya.
Mengetahui katergori saham tidak membuat kita terbebas dari rugi atau kegagalan, namun pengelompokkan ini patut dicermati karena bisa jadi navigasi saat berinvestasi.
Disclaimer: Semua saham yang dibahas di blog ini, di postingan mana pun, bukan ajakan untuk membeli atau tidak membeli. Resiko investasi pada diri masing-masing.
Sumber foto: The New York Times