Gara-gara liga sepakbola mayoritas udah kelar dan baru dimulai lagi Agustus nanti, saya kekurangan tontonan belakangan ini. Alhasil, saya jadi sering mantengin pertandingan basket di Vidio, khususnya IBL (Indonesian Basketball League).
Basket, yang waktu pertandingannya disetop kalau bola lagi gak aktif, bikin saya kepikiran lagi, kenapa sih peraturan ini gak diterapkan juga di sepakbola?
Seperti diketahui, waktu pertandingan basket adalah 4×10 menit (40 menit) dengan sistem stop-clock. Bola out, waktu disetop. Biasanya lama satu pertandingan basket itu sekitar 1,5 jam jika include off-ball.
Sistem stop-clock ini membuat pertandingan jadi terasa lebih efektif. Gak ada tuh pemain sengaja ulur-ulur waktu bermenit-menit, dengan pura-pura cedera misalnya. Terutama ketika tim mereka unggul.
Seandainya sepakbola akan menerapkan aturan ini, tentu saya gak berharap pertandingan akan di-setting 90 menit. Kasian pemainnya. Total-total bisa 4 jam di lapangan.
Jika basket 40 menit, mungkin sepakbola bisa 60-70 menit?
Larangan handuk di sepakbola Inggris
Mari mulai membahas soal perhandukan. Berdasarkan data Opta yang dilansir dari The Athletic, berikut rata-rata waktu ball in play di 4 kasta Liga Inggris mulai dari Premier League (1st tier) hingga League Two (4th tier).
Berdasarkan data di atas, League Two mencatat ball in play paling rendah dibanding yang lain. EFL (English Football League), lembaga yang menaungi 2nd-4th tier, berusaha mencari jalan keluar untuk meningkatkan waktu ball in play.
Nah, salah satu kebijakan terbaru yang diambil EFL terkait ini adalah larangan penggunaan handuk, atau benda apapun, untuk mengeringkan bola. Larangan ini berlaku mulai musim 2023/24. Sebagai gantinya, akan diterapkan sistem multiball.
Nantinya, bola akan selalu tersedia di atas kerucut di pinggir lapangan. Kalau pemain mau bola yang kering, ya tinggal ganti aja sama bola di kerucut, tanpa harus ngering-ngeringin dulu.
((( ngering-ngeringin ))) bahasa apaan dah.
Sebagai catatan, EFL artinya gak berlaku untuk Premier League ya. Jadi, kalau kalian liat Moussa Niakhate lap-lap bola pake handuk, jangan dijulidin, karena emang gak dilarang. Ya kecuali Nottingham Forest lagi main di Carabao Cup yang ada di bawah EFL.
Baca juga: Jurgen Klopp, ‘Robin Hood’ dari Liverpool
Lemparan jarak jauh yang krusial
Emang harus banget bola dikeringin dulu? Hmm.. Sepertinya begitu ya kalau saya perhatikan selama ini, terutama buat long throw in.
Di Indonesia, Pratama Arhan punya spesialisasi ini. Sebelum melakukan lemparan jarak jauh biasanya dia keringin dulu bolanya pake handuk (atau jersey dia).
Terbaru, lemparan jarak jauh Arhan untuk Tokyo Verdy membuahkan gol bunuh diri pemain lawan. Pertandingan berakhir dengan kemenangan Tokyo Verdy 2-1. Arhan pun lantas didapuk jadi Man of the Match.
Se-penting itu lemparan jarak jauh.
Jika melihat informasi di atas, dibanding kasta lain, klub-klub di League Two sepertinya paling tau cara mengonversi lemparan bebas (throw in) jadi gol. Rajanya adalah Newport County dengan 6 gol sepanjang musim 2022/23. Sekitar 11% gol Newport dihasilkan dari throw in. Crucial.
Can we just 𝙖𝙥𝙥𝙧𝙚𝙘𝙞𝙖𝙩𝙚 this masterpiece from 𝙁𝙖𝙧𝙦𝙮? #NCAFC pic.twitter.com/BDjUQwvfTY
— Newport County AFC (@NewportCounty) April 23, 2023
Mungkin data di atas juga yang jadi salah satu pertimbangan EFL untuk akhirnya melarang barang (handuk khususnya) untuk mengeringkan bola.
Ok, kalau kita runut lagi: League Two mencatat ball in play terendah dibanding kasta lain. Di sisi lain gol dari throw in mereka juga cukup tinggi, dan gak jarang itu adalah gol yang penting.
Artinya bisa disimpulkan kalau mereka emang serius dalam memanfaatkan peluang melalui long throw in ini. Artinya lagi, mereka kemungkinan besar menghabiskan cukup banyak waktu untuk mengeringkan bola. Make sense.
Baca juga: Selamat Datang di Premier League, Luton Town!
Kenapa sepakbola gak menerapkan stop-clock?
Mantan wasit Premier League, Mark Clattenburg, pernah menyarankan agar sepakbola dimainkan 60 menit aja dengan sistem stop-clock, kayak basket. Tujuan utamanya untuk meminimalisir taktik ulur-ulur waktu.
“Saya pikir ada solusi untuk semua ini yaitu pertandingan 60 menit dengan stop-clock. Sebuah gagasan yang juga sedang dipertimbangkan oleh Pierluigi Collina, FIFA dan IFAB. Ini sudah berhasil di basket dan juga bisa berhasil di sepakbola,” kata Clattenburg, Mei 2022.
Tentu akan banyak pro-kontra jika stop-clock benar-benar diterapkan. Bagi sebagian pihak, perubahan ini bisa jadi akan dianggap “pelecehan” pada kemurnian aturan sepakbola. Tradisi harus tetap tradisi.
Di sisi lain, rata-rata waktu ball in play yang terus menurun dalam satu dekade terakhir juga mesti jadi pertimbangan. Berikut adalah data untuk waktu ball in play di Premier League yang terus menurun sejak musim 2011/12.
Jika aturan gol tandang saja bisa ditiadakan, aturan handball bisa diubah, aturan pemain-yang-diganti jadi bisa keluar di sisi mana pun lapangan, dan terbaru handuk saja bisa dilarang, kenapa aturan soal waktu ini gak bisa diubah?
Kita liat aja ke depan akan gimana. Siapa tau.
Jika artikel ini bermanfaat, silakan di-share ya. Sebaliknya, jika ada yang kurang berkenan atau ada informasi kurang tepat, silakan hubungi email atau sosial media tertera.
Sumber artikel: The Athletic, efl.com, southwalesargus, dailymail, BBC
Sumber foto: @NewportCounty