Sejak tragedi Lion Air JT610, interpretasi saya terhadap Boeing sudah gak sama lagi. Dulu sebatas ‘perusahaan pembuat pesawat asal Amerika’, setelahnya berubah jadi ‘perusahaan pembuat pesawat asal Amerika yang lebih mengutamakan harga sahamnya dibanding keselamatan penumpang’.
Sedikit flashback, sebanyak 346 orang meninggal dari dua kecelakaan mematikan 737 Max milik Boeing yakni Lion Air di 2018 dan Ethiopian Airlines di 2019. Insiden terjadi karena ada masalah dengan Maneuvering Characteristics Augmentation System (MCAS).
Investigasi menunjukkan Boeing gak memberikan pelatihan yang memadai pada pilot mengenai sistem MCAS ini. Bahkan banyak pilot yang gak tau kalau di pesawat mereka ada MCAS, jadi ya boro-boro tau gimana cara mengatasinya jika sistem tersebut error.
Dilansir dari BBC, Boeing, yang terus merugi, baru aja mengumumkan bakal melakukan PHK sekitar 10% karyawannya secara global atau sekitar 17.000 karyawan. Selain itu, Boeing juga mengumumkan pengiriman pesawat series 777X akan terlambat satu tahun dari jadwal.
Baca juga: Mengenal “Winner Take All” di Pilpres Amerika Serikat
CEO Boeing Kelly Ortberg bilang perusahaan harus realistis sama keadaan keuangan. Saham Boeing turun 2,3% setelah pengumuman ini.
Boeing, yang akan merilis data keuangan kuartal III pada akhir Oktober ini, memperkirakan mereka akan memperoleh pendapatan US$17,8 miliar (sekitar Rp227 triliun). Meski demikian, kas operasi diperkirakan negatif US$ 1,3 miliar (Rp20 triliun).
“Meskipun bisnis kami sedang menghadapi tantangan jangka pendek, kami sedang mengambil keputusan penting untuk masa depan dan kami punya visi yang jelas soal apa yang harus kami lakukan untuk menyelamatkan perusahaan,” kata Ortberg.
Baca juga: CEO Duolingo Ingin Orang Kecanduan Belajar
Sebanyak 33.000 karyawan Boeing sudah melakukan mogok kerja sejak 13 September 2024. Mereka menuntut gaji yang lebih baik. Aksi ini mengakibatkan terhentinya produksi beberapa jenis pesawat. Lembaga pemeringkat Standard & Poor’s Global Ratings (S&P) memperkirakan Boeing rugi sekitar US$1 miliar per bulan (sekitar Rp15 triliun) akibat aksi ini. S&P pun menempatkan Boeing dengan status ‘CreditWatch’.
Boeing sendiri sebenarnya sudah diawasi oleh Kongres setelah insiden meledaknya panel pesawat Boeing 737-MAX pada Januari 2024 lalu. Tidak ada korban atas kejadian tersebut dan Boeing pun segera mengakui kesalahan mereka.
Terima kasih banyak sudah membaca artikelnya sampai ujung. Jika merasa isinya bermanfaat, silakan di-share ya. Sebaliknya, jika ada yang kurang berkenan atau ada kesalahan informasi, silakan hubungi email atau sosial media tertera.
Sumber artikel: BBC