Komunitas LGBT di Uganda semakin was-was. Uganda, sebuah negara di timur Afrika, parlemennya baru saja mengesahkan rancangan undang-undang anti-LGBT yang ‘progresif’. CNN menyebutnya sebagai aturan anti-LGBT paling keras di dunia.
RUU anti-LGBT itu disahkan pada 21 Maret 2023. Sekarang, tahapannya adalah tinggal menunggu persetujuan dari Presiden Uganda, Yoweri Museveni, agar undang-undang tersebut bisa segera diterapkan.
Sisi lain, Museveni, yang sudah memimpin selama 39 tahun, bisa saja menggunakan hak vetonya untuk tidak menyetujui undang-undang tersebut, khususnya demi menjaga hubungan baik dengan investor atau pendonor dari Barat.
Alasan pengajuan RUU Anti-LGBT
RUU Anti-Homoseksualitas awalnya diajukan oleh anggota parlemen bernama Asuman Basalirwa yang berasal dari oposisi. Basalirwa menilai homoseksualitas bisa mengancam kesucian keluarga, keamanan anak-anak, dan secara luas bisa mengancam keberlangsungan umat manusia.

“Tujuan dari undang-undang ini adalah untuk membuat undang-undang yang komprehensif dan diperkuat, untuk melindungi nilai-nilai tradisional keluarga, keberagaman budaya kita, dan kepercayaan, dengan melarang segala bentuk hubungan seksual sejenis dan mempromosikannya,” kata Basalirwa melalui akun Twitternya @HonBasalirwaA.
Apa yang diatur dalam RUU Anti-LGBT ini?
RUU tersebut menargetkan berbagai aktivitas LGBTQ+ yang tidak hanya terkait pengakuan identitas, tapi juga mengenai promosi, pendanaan, hingga konspirasi.
Setiap pihak yang mendukung atau mendanai kegiatan atau organisasi LGBT, atau menerbitkan, menyiarkan dan mendistribusikan materi dan literatur pro-homoseksual, juga dianggap melanggar hukum.
Setiap anggota masyarakat wajib melaporkan kepada otoritas setempat jika mengetahui ada orang yang terlibat dalam hubungan sesama jenis.
CNN menulis, penjara puluhan tahun akan diberikan kepada mereka yang mengidentifikasikan diri sebagai bagian dari komunitas LGBTQ+ (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender, Queer dan lainnya). Sementara itu, berdasarkan laporan BBC, penjara seumur hidup akan dijatuhkan kepada mereka yang terbukti melakukan perdagangan anak untuk tujuan dilibatkan dalam aktivitas homoseksual.
Baca juga: Skotlandia, Negara Pertama Terapkan Pendidikan LGBT di Kurikulum
Sentimen anti-LGBT sejak dahulu kala
Uganda, yang jumlah penduduknya hampir sama dengan jumlah penduduk Jawa Barat, telah sejak 13 tahun lalu memperkenalkan RUU Anti-LGBT yang mencakup hukuman mati di dalamnya.
Pada 2014, RUU tersebut resmi disahkan dengan ‘hukuman mati’ diganti dengan ‘penjara seumur hidup’. Baru seumur jagung berlaku, di tahun yang sama, Mahkamah Konstitusi (MK) Uganda membatalkan UU tersebut karena dianggap tidak memenuhi kuorum saat pengesahannya.
Seorang gay dari Uganda, Eric Ndawula, mengungkap selama ini dia dijauhi oleh keluarga karena orientasi seksualnya. Masyarakat memandang LGBT sebagai perbuatan menyimpang dan tidak-sesuai-nilai-nilai-keagamaan.
“Kami diburu oleh gerombolan yang ingin menyerang dan membunuh kami. Saat kami menelepon polisi untuk meminta bantuan, kami justru ditangkap,” kata Eric kepada DW.

Kritik untuk Undang-undang Anti-LGBT
Mayoritas anggota parlemen Uganda, atau sekitar 73% dari total anggota, mendukung pengesahan RUU Anti-LGBT. Satu dari sedikit anggota yang menolak adalah Fox Odoi-Oywelowo. Odoi-Oywelowo menilai RUU tersebut melanggar hak asasi manusia dan membatasi hak-hak dasar kaum LGBT secara tidak adil.
Peneliti Human Rights Watch (HRW) Uganda, Oryem Nyeko, mengatakan RUU Anti-LGBT melanggar privasi, kebebasan berekspresi, dan memenjarakan orang-orang yang hanya mencoba jadi diri mereka sendiri. Oryem juga meminta para politisi untuk stop menargetkan kaum LGBT demi keuntungan politik.
Angel Maxine, seorang wanita transgender dan aktivis LGBTQ+ di Ghana, ikut memonitor apa yang terjadi Uganda. “Bagi saya, saya menyebutnya sebagai reinkarnasi kolonialisme,” katanya.
Baca juga: Catatan untuk Pernikahan LGBT di Taiwan
Penutup
Sentimen anti-LGBT sendiri sudah mengakar di Uganda, bahkan sejak era kolonial. Uganda, seperti negara-negara Afrika lainnya, memang punya reputasi jelak soal hak-hak LGBT.
Berdasarkan data Juni 2022, dari total 69 negara di dunia yang mengelompokkan homoseksualitas sebagai perbuatan kriminal, 33 di antaranya adalah negara Afrika.
Meski begitu, perjuangan untuk kaum LGBT bukan tanpa kemajuan di Afrika. Botswana misalnya, mulai 2021, sudah tidak lagi mengkriminalisasi kaum sesama jenis.
Sumber artikel:
CNN, BBC, DW, dan Human Right Watch
Sumber foto:
Daniel James via Unsplash, Twitter @HonBasalirwaA, dan Repssi.org