Review Novel Hitam 2045

Novel-Hitam-2045 sejenak.id

Novel Hitam 2045 adalah novel atau buku fiksi pertama yang ditulis Henry Manampiring. Setidaknya begitu katanya. Sebelum ini, saya juga membaca buku beliau yang lain, sebuah buku non-fiksi soal stoikisme: Filosofi Teras.


Karena cukup penasaran, saya termasuk yang ngikut pre-order novel ini. Bukunya sampe di rumah awal September. Di sela oleh pekerjaan dan kegiatan lain, kurang-lebih saya butuh 8 hari buat namatin fiksi 556 halaman ini.


Untuk informasi, tulisan ini sepertinya akan cukup mengandung spoiler, jadi nggak disarankan untuk kalian yang belum mengonsumsinya. Buat yang belum baca, it’s worth the time kok.


Hitam 2045 adalah tentang garis waktu perjalanan bangsa Indonesia, tepatnya dari kacamata seorang remaja 19 tahun bernama Agni, mulai dari November 2044 sampai dengan Agustus 2045.


Kalau baca ‘Agustus 2045’, inget sesuatu nggak? 

 

Ya! Satu abad kemerdekaan Indonesia.

 

Baca juga: Membaca Ulang Novel Supernova Karya Dee Lestari

 

Novel ini tentang Indonesia. Tentang Indonesia yang berubah dari negara berkembang jadi negara maju yang diperhitungkan. Korupsi diberantas, teknologi maju pesat, dan kesejahteraan rakyat dikedepankan. Namun, intrik terkait keamanan negara menjadi misteri tersendiri.


Uniknya, dalam novel ini diceritakan bahwa bangsa Indonesia dibagi menjadi 3 golongan. Golongan Perunggu untuk rakyat biasa, golongan Perak untuk pengelola dan penjaga negara, dan golongan Emas untuk para pemimpin negara.


Agni adalah golongan Perak. Nama lain dari golongan ini adalah ‘Pilar Pancasila’. Untuk menjadi bagian dari golongan yang ber-privilage ini, pemerintah mengadakan seleksi khusus untuk anak-anak berusia 7 tahun. 


Mereka yang bergenetik unggul dan lolos serangkaian tes lainnya berhak menjadi golongan Perak. Mereka akan diwisuda pada peringatan 100 tahun kemerdekaan Indonesia pada Agustus 2045 di IKN Nusantara.

 

Review isi novel Hitam 2045

 

Narasi di novel ini ditulis dengan konsep curhat di buku harian (diari). Saya cukup suka konsepnya. Saya juga suka pembukaan dari novel ini yang bercerita tentang sulitnya menulis di atas kertas untuk anak-anak ‘zaman now’ yang terbiasa menulis di gadget. Jadi ikut terbayang bagaimana rasanya. *berasa muda


Bagian awal-awal banyak sekali pertanyaan di kepala, terutama “apaan tuh?”, setiap saya baca istilah baru. Novel ini cukup tebal karena memang banyak sekali istilah-istilah baru yang harus dijelaskan, belum lagi memperkenalkan latar belakang setiap tokohnya.


Saya suka banget sih novel ini secara ide cerita. Banyak jempol buat penulis. Nggak biasa dan terasa dekat karena selain berlatar Indonesia, juga mengangkat isu-isu yang agak sensitif, seperti salah satunya tentang terduga teroris yang ditembak mati sebelum diinterogasi. Familiar? Hehe.


Meskipun ide ceritanya keren, tapi secara penyampaian dan eksekusinya, masih terasa biasa. Dari 500 halaman lebih, kalimat yang memorable untuk saya hanya pada bagian pembukaan, seperti yang saya tulis di paragraf atas, tentang sulitnya menulis di atas kertas.


Persahabatan Agni, Christine, dan Bimo cukup menyenangkan dinikmati. Namun, obrolan mereka terasa biasa saja secara diksi. Nggak ada yang bikin saya ketawa atau mengalami emosi lain yang menjadikannya terngiang-ngiang. Beberapa obrolan cenderung untuk memberi kesan ke pembaca kalo mereka ‘akrab’.


Saya lebih suka obrolan Agni dan tokoh lainnya, baik dengan Pak Waskito, keluarganya, maupun dengan Enisa. Lebih hidup dan lebih padat.


Ngomong-ngomong soal Bimo, masih belum terjawab mengenai yang terjadi di Cikarang, apakah dia tau bahwa Agni ada di terowongan. Atau saya melewatkannya?


556 halaman memang sudah cukup tebal, tapi saya pikir seharusnya bisa lebih tebal lagi, untuk menajamkan setiap adegan dan menjawab semua tanda tanya. Seperti soal Bimo tadi. Hal lainnya antara lain kenapa Agni (calon Pilar Pancasila) tinggal di Jakarta dan bukan di Nusantara.


Monumen Pembebasan Irian Barat diceritakan sudah tenggelam sebagian, tapi kenapa Agni masih bisa jogging di sana? Sementara itu, kawasan Menteng sudah jadi lokasi snorkling. Padahal, jika dicek di internet, ketinggian tanah di Monumen itu adalah sekitar 3 mdpl, dan di Menteng sekitar 10 mdpl.  


Jika menteng saja sudah tenggelam sebagian, seharusnya kawasan Monumen sudah tidak ada lagi lokasi untuk jogging, karena kawasan Istana juga diceritakan sudah tenggelam. Kesannya dataran lebih tinggi duluan tenggelam dibanding dataran lebih rendah.


Kecuali memang beberapa tanda tanya di atas, dan tanda tanya lainnya, diputuskan untuk digantung, tidak dijelaskan oleh penulis.


Baca juga: Series The Good Place: Manusia, Alam Baka, dan Lelucon Renyah

 

Catatan teknis di novel Hitam 2045

 

Hal lain, secara teknis, setidaknya saya menemukan dua catatan dari novel ini yang mungkin bisa jadi bahan diskusi ke depan:

  1. Lokasi kematian Tasya Sonita
    Bagaimana cara penyanyi Tasya Sonita menyudahi hidup, diceritakan di halaman 51. Namun, saya bingung di mana lokasi yang benar. Awalnya ditulis Tasya ditemukan meninggal di kamar. Di halaman yang sama, ditulis juga Tasya meninggal di teras belakang rumah.
  2. Anomali penulisan tahun
    Pada halaman 110 novel ini, tertulis “29 November 2021”. Padahal, chapter sebelumnya adalah “28 November 2024”. Setelahnya, kembali ke tahun 2024. Asumsi saya sepertinya penulis typo dan kelewatan oleh editor, atau ada unsur kesengajaan (?)

Review Novel Hitam 2045

Penutup

 

Itu saja sedikit pembahasan mengenai novel Hitam 2045 yang baru selesai saya baca sekitar seminggu lalu. Semua penilaian di atas bersifat subjektif dan mungkin sekali berbeda satu orang dengan lainnya. Silakan jika ada pendapat berbeda.

 

Baca juga: Teruslah memberi, teruslah jadi orang baik

Bagikan artikel ini
Terbaru
seneca

Luck is what happens when preparation meets opportunity

- Seneca -
Mau dikirimin artikel terbaru dong!

2 thoughts on “Review Novel Hitam 2045”

  1. Halow, saya belum baca novel ini tapi saya penasaran dengan beberapa hal yang ada hubungannya dengan latar belakangnya.
    1. bagaimana caranya Indonesia bisa jadi begitu maju terutama dalam sains & teknologi hanya dalam 20an tahun?
    2. kenapa Malaysia begitu mudah dikuasai? Apa Amerika tidak mengintervensi waktu Indonesia menginvasi?
    3. kok masyarakat mau saja menerima pengaturan penggolongan kelas-kelas masyarakat?
    4. yang paling penasaran, cara Indonesia memberantas korupsi itu gimana?
    Apakah hal-hal di atas dijelaskan di bukunya? Trims!

    1. Terima kasih komennya. Iya betul dijelaskan, beberapa dijelaskan detail, beberapa lain hanya garis besar. Seperti korupsi, dijelaskan cukup detail. Selamat memmbaca.

Comments are closed.

Jumlah TikTokers di Indonesia lebih dari 100 juta akun, salah satu yang terbanyak di dunia. Saya seakan tidak punya alasan untuk melewatkan TikTok sebagai media belajar dan sharing. Jadi, ketemu di sana juga yuk!

KENALAN YUK

Jika merasa konten di sini bermanfaat, minta tolong di-share ya artikelnya. Saya juga terbuka kalau teman-teman ingin berdiskusi.

kirim email